Di awal tahun 1990-an, gerakan melahirkan lembaga ekonomi bebas bunga menggelora di tanah air. Hal ini bisa dilihat mulai lahirnya ‘bank Islam’ seperti Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Dana Mardhatillah di Bandung, BPRS Berkah Amal Sejahtera di Padalarang. Kemunculan BPRS ini meicu bermunculannya BPRS-BPRS yang lain. Tahun 1992 dibentuk Asosiasi BPRS se-Indonesia (Asbisindo) dengan Said M. Hisyam sebagai ketua pertamanya. Kemudian Asbisindo melahirkan Institute of Syariah Economic Development (ISED) yang berfungsi sebagai pusat diklat untuk anggota dan masyarakat yang berminat mendirikan bank Islam, (eri sudewo, 1999).
Masih di tahun 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar loka karya ‘Bank & Bunga Bank) dimana didalam loka karya tersebut muncul gagasan untuk mendirikan bank Islam umum. Maka, digagslah pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang didukung oleh 227 pengusaha muslim dan beberapa menteri cabinet pembangunan V saat itu. Pada bulan Mei 1992, Grand Opening Bank Muamalat dilakukan. Kelahiran Bank Muamalat memicu lahirnya lembaga perbankan yang berorientasi pada pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan nama Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Pada Juni 1992 di Jakarta lahir BMT Bina Insan Kamil yang mengenalkan konsep bagi hasil. Tahun 1993, lahir lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa Republika (DD). Melalui DD, lahir BMT-BMT lainnya, (eri sudewo, 1999).
Menjelang akhir 1995, lahir Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil (PINBUK) yang tujuannya memberdayakan pedagang gurem dan menengah. Dari PINBUK telah lahir dan berkembang BMT-BMT diberbagai pelosok dan daerah. Saat ini, lebih dari 3000-an BMT beroperasi di Indonesia.